Abdul Wahab Dai
Kontributor
WAJO-Pasca video joget-joget sekelompok orang berlatar Masjid Agung Ummul Quraa' (kerap disebut Masjid Raya) Sengkang di Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan yang viral ke seluruh Nusantara (Kamis, 22 Agustus 2024) dan berujung permohonan maaf dari perwakilan komunitas bersangkutan, perbincangan publik belum reda.
Lapangan Merdeka Sengkang, semacam alun-alun dan ruang publik di pusat Kota Sutera Sengkang diantarai oleh sebuah jalan raya (Jalan Masjid Raya) dengan Masjid Agung Sengkang, jalan di mana "peristiwa joget-joget berlangsung mengikuti suara musik" dan direkam dengan sudut pandang (Inggris: angle) dari Lapangan Merdeka dan menyorot sekelompok orang berjoget seolah-olah di pekarangan Masjid dan bahkan kamera menangkap plang jumbo bertuliskan Masjid Agung Ummul Quraa' dan kubah Masjid.
Video tersebut direkam usai acara kegiatan Lampion dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-79 pekan lalu.
Firdhan Zafitra S, Kepala Bidang (Kabid) Keilmuan Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum (Himapsih) Institut Lamaddukelleng Sengkang berbicara kepada media ini mengatakan bahwa seharusnya Panitia Pelaksana bisa menertibkan seluruh peserta lampion agar kiranya pleton atau pun kelompok pawai tidak memutar musik yang tidak bernuansa kebangsaan karena pada dasarnya kegiatan lampion ini adalah bagian dari perayaan HUT RI yang notabene adalah kegiatan kebangsaan.
Firdhan Zafitra S pun mengungkit pletonnya yakni Keluarga Mahasiswa Institut Ilmu Hukum dan Ekonomi Lamaddukelleng yang sepanjang rute memutar lagu-lagu kebangsaan yang kemudian diiringi dengan orasi ilmiah yang dilakukan secara bergantian oleh setiap mahasiswa untuk membangkitkan semangat dan mengenang jasa para pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
"Kami tidak lagi mempermasalahkan jogetnya di jalan atau di mana karena mereka berjoget dengan spontanitas, jadi yang kami sangat sayangkan di sini adalah Pemerintah Daerah yang terkesan lalai dalam pelaksanaan malam lampion tersebut karena tidak mengatur musik masing-masing komunitas yang bergabung terkesan dibiarkan saja," ujar Firdhan.
Firdhan pun mengatakan bahwa Panitia Pelaksana seharusnya bisa menjadikan rombongan pletonnya sebagai contoh.
Media ini yang menghubungi Sabri Wahab, S.E., M.A.P., Kepala Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik pada Dinas Kominfo dan Statistik Kabupaten Wajo dan Ketua Umum Panitia Peringatan HUT Kemerdekaan RI Ke-79 Pemkab Wajo Dr. Syamsul Bahri, S.IP., M.Si. berhasil memperoleh keterangan terkait ketentuan dan pengaturan peserta lampion.
"Sudah disampaikan dan ditekankan oleh Panitia melalui Badan Kesbangpol sejak saat pendaftaran, baik terkait jumlah peserta, atribut, penggunaan spanduk, yel-yel, penggunaan alat musik dan musik yang digunakan, bahkan juga ditekankan untuk senantiasa menjaga ketertiban anggota masing-masing," ujar Syamsul Bahri.
Namun, katanya, pada pelaksanaannya sebagian peserta melakukan hal-hal di luar ketentuan tersebut, termasuk penggunaan alat musik. "Mereka menggunakannya di sepanjang jalur dan rute, sehingga di luar jangkauan Panitia. Kami atas nama Pemerintah Kabupaten Wajo selaku Ketua Panitia HUT RI Ke-79 menyampaikan permohonan maaf kepada segenap lapisan masyarakat atas terjadinya hal yang tidak kita hendaki bersama sekaligus mengapresiasi dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada peserta yang sudah berpartisipasi secara baik, termasuk mahasiswa Institut Lamaddukkelleng," demikian Syamsul Bahri.
Sumber Foto: Arsip