Foto: Andi Sri Wulandani, S.IP., M.Hum. Direktur Lembaga Kerja Penelitian Publik (Sumber Foto: Arsip)
Abdul Wahab Dai
Kontributor
MAKASSAR-Menanggapi isu maraknya jajak pendapat daring jelang perhelatan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024 di beberapa daerah di Indonesia, Direktur Lembaga Kerja Penelitian Publik, Andi Sri Wulandani, S.IP., M.Hum. mengawali perbincangan dengan media ini dengan melontarkan kalimat singkat,"Itu tidak ilmiah."
Media ini yang memantau beberapa daerah di Sulawesi menunjukkan tren tim sukses beberapa kandidat paslon kepala daerah mencoba memengaruhi opini publik dengan menggelar jajak pendapat secara daring.
"Survei yang ilmiah memiliki metodologi ilmiah dengan didasarkan atas pengambilan sampel yang mewakili populasi tertentu. Metodologi yang umum digunakan adalah multistage random sampling atau acak bertingkat dengan penentuan sampel menggunakan Rumus Slovin," jelas alumnus Fisip Unhas ini.
Sedangkan jajak pendapat daring atau online polling, lanjutnya, adalah polling biasa yang sampel respondennya tidak dapat diukur dan tidak dapat dijadikan acuan representatif yang mewakili populasi tertentu.
"Polling biasanya dilakukan untuk mengidentifikasi opini yang cepat di media sosial namun tidak bisa dijadikan standar acuan mengukur elektabilitas karena responden atau sampelnya terlalu bebas," Wulandani melanjutkan.
Jadi sampel terlalu bebas dan tidak melalui pengacakan ilmiah dan tidak dapat diidentifikasi mewakili populasi apa seperti survei ilmiah atau saintifik pada umumnya.
"Saya kira selama tidak menyinggung SARA dan tidak ada unsur ujaran kebencian atau hate speech, maka adu opini tidak masalah," terangnya.
Sementara itu Idwar Anwar, S.S., M. Hum. penulis buku Pemilu 1955 di Sulawesi Selatan/Tenggara (Berebut Suara di Daerah Konflik. Strategi dan Pertarungan Ideologi Partai-partai Politik) dalam sebuah diskusi dengan kontributor Abdul Wahab Dai mengatakan bahwa memang agitasi, propaganda, dan hasutan adalah bagian dari pemilu sendiri.
"Ini 'kan para calon membutuhkan suara agar menang, jadi sepanjang agitasi, propaganda tidak melanggar hukum, oke lah," Idwar Anwar mulai berbicara.
Yang salah jika meneror, kampanye hitam, kampanye negatif, hasutan berbau SARA, bahkan dengan ancaman kekerasan. Ini yang tidak boleh.
"Saya kira soal polling-polling-an biarlah menjadi bumbu Pilkada. Biarkan para tim sukses berbahagia dan bergembira dengan keyakinan mereka soal hasil polling," ujar Idwar, alumnus Fakultas Sastra Unhas ini.
Dalam setiap kontestasi, terlebih kontestasi Pilkada, setiap orang harus saling memanusiakan dan menghargai pilihan yang berbeda. Tentu upaya untuk memengaruhi harus terus dilakukan, Tetapi harus dalam koridor yang saling menghargai. Kunci Idwar.
Dalam pantauan media ini di beberapa daerah, polling digelar dalam beberapa platform media sosial yang disebar melalui grup-grup percakapan dan cerita (story).