Oleh:
Abdul Wahab Dai
kareba-celebes.com
WAJO-Berawal dari sebuah reuni kampus yang dihadirinya, Drs. H. Mursalim Panna, S.Pd., M.Si pun termotivasi mendirikan sebuah "extraordinary school". Bahasa Inggris menyebutnya sebagai Special School. Ada pula dengan sebutan Inggris Outstanding School. Pasutri ini menamainya Sekolah Luar Biasa (SLB) Mirah Edukasi Wajo.
"Mirah" adalah akronim dari "Mursalim-Rahmah". H. Mursalim adalah alumni Program Studi Pendidikan Luar Biasa IKIP Ujungpandang yang kini bernama UNM di Makassar Angkatan 1997.
Kembali ke Wajo, H. Mursalim berkuliah lagi di STKIP Puangrimaggalatung Sengkang dengan Jurusan Pendidikan Biologi.
Dengan ijazah terakhir inilah dia menjadi guru negara (PNS).
Ketika menghadiri reuni akbar jurusannya, teman-teman seangkatannya "menyesalkan" H. Mursalim tidak mempergunakan ijazah Pendidikan Luar Biasa-nya.
Teman letting dan alumni lainnya pun memotivasinya agar mendirikan sebuah SLB di Wajo.
Sepulang dari hotel tempat reuni berlangsung, dia pun berbicara kepada istrinya, Hj. Rahmah Paturusi, S. Kep., Ns., perihal niatnya mendirikan sebuah yayasan yang mengelola SLB dengan tiga tingkatan: SD, SMP dan SMA.
Hj. Rahmah, seorang tenaga kesehatan di Pitumpanua pun setuju. Bahkan turut berperan dalam kelahiran SLB swasta pertama di Wajo ini dan SLB kedua di Wajo selain sebuah SLB Negeri di pusat kabupaten, Sengkang.
Terhitung hanya tiga bulan pasca-Reuni, Oktober 2018, Yayasan Mirah Edukasi Wajo resmi mengelola SLB Mirah Edukasi Wajo di Kelurahan Benteng, Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
"Awalnya kami mencari siswa dengan mendata para penyandang disabilitas di sekitar Pitumpanua dan Keera," ujar Hj. Rahmah dalam sebuah perbincangan dengan penulis.
Pada tahun perdana Tahun Pelajaran 2018/2019 jumlah siswa mencapai 19 orang, kata Rahmah.
Tiga jenis penyandang disabilitas (anak berkebutuhan khusus) yang menjadi siswa selama tiga tahun terakhir adalah tuna grahita (disabilitas intelektual), tuna rungu (pendengaran rusak) dan autis (gangguan perkembangan otak yang memengaruhi prilaku, interaksi dan minat).
Demikianlah, pasangan suami istri (pasutri) "Mirah" menjadi lokomotif perkembangan sekolah ini, mulai dari bangunan bekas gudang pupuk yang disulap menjadi kantor dan ruang belajar hingga akhirnya yayasan memiliki bus sekolah yang mengantar jemput siswa.
H. Darham Nur, Ketua Komite berharap kiranya Pemerintah Provinsi dapat menggelontorkan anggaran agar kantor dan kelas yang selama ini hanya berbahan kayu dapat berganti menjadi bangunan permanen.
Ujaran emas (kata mutiara) klasik "di balik pria sukses, ada seorang wanita yang setia mendampinginya" patut disematkan kepada Hj. Rahmah Paturusi, seorang perawat yang berperan besar membantu suaminya mengelola SLB yang harus dikelola secara luar biasa pula.
Sebagai seorang nakes, tentu Hj. Rahmah sangat memahami seluk-beluk kaum disabel.
Para tenaga pendidik dan tenaga kependidikan pun berasal dari kerabat dan sahabat pasutri ini.
Peran mereka hingga sekolah ini mampu bertahan hingga tahun pelajaran keempat sungguh tiada terkira.
Penulis mendapatkan data bahwa hanya H. Mursalim yang berijazah PLB.
"Tidak ada yang lain yang berijazah PLB. Jadi ini benar-benar perjuangan yang luar biasa," cerita Mursalim kepada penulis.
Tahun kedua tercatat 28 siswa, tahun berikutnya sudah berjumlah 38 dan tahun ini 41 peserta didik.
Inilah para tenaga pendidik dan tenaga pendidikan yang menggawangi sekolah ini:
Hj. Harjuna, S.Ag. (Kepala Sekolah), Rusmianti, S.Pd., Nurwahidah, S.Pd., Anggraeni, S.Sos., Nurfatimazan, S.Pd., Ina Mutmainnah, S.Pd., Alfiani, S.E., Sabri, S.Sos., Amirullah, S.Pd.I, Harmiati, A.Ma.Pd., Hasma Saputri, S.Pd., (Operator), Nidia Novitasari (Administrasi) dan H Mursalim, S.Pd., M.Si.*
Penyunting: Gus Mus