Syahdan, tanah kelahiran kita berbeda dengan monarki lain di Timur. Pemimpin-pemimpin negeri Wajo diberi tahta bukan karena warisan darah, tetapi dipilih oleh semacam dewan.
Alkisah, para pemimpin Wajo menerima mahkota bukan karena pewarisan. Sejarawan pun menulisnya sebagai tinta emas di tengah ramainya dakuan bahwa Barat adalah kampiun demokrasi.
Pada jaman dahulu kala......
***
Dua hari lagi bulan puasa usai Riuh rendah kini kita menyambut 1 Syawal di Bumi Lamaddukkelleng.
Bulan berlipat-lipat pahala. Kita telah banyak memberi dan mungkin akan menerima sedekah dari para hartawan dan dermawan.
***
Sekira 15 hari lagi pesta pilih-pilih pemimpin pembangunan desa, 25 Mei 2021.
Kekhwatiran akan "politisasi sedekah" bukanlah tanpa alasan.
Demokrasi kita dengan pemilihan langsung belumlah paripurna.
Lembaga pengawas pemilihan mungkin tak akan mampu mencegah politisasi sedekah.
Apatah lagi sistem popular vote dengan satu orang satu suara sangat kuat memicu usaha-usaha memuluskan hasrat kuasa.
Selisih satu suara dapat menentukan pemenang. Ini berbeda dengan sistem suara elektoral (electoral vote) di Amrik, jawara demokrasi kata orang.
Pada sistem suara elektoral, bagi-bagi sedekah dan derma jelang "pil-pil" takkan berarti, sebab setiap dapil telah dinilai dengan angka elektoral tertentu dan kandidat yang meraup 50 persen plus satu suara elektoral akan memenangi sebuah dapil dan mendulang seluruh angka elektoral di sebuah dapil. Suara pekalah di sebuah dapil tak berarti.
Jadi sogokan suara dalam pelbagai bentuknya jua, bakal tiada guna.
***
Sebagai orang beriman, mari kita mencermati segenap sedekah yang akan kita terima pada bulan suci yang akan segera berakhir ini.
Kedok sedekah jelang pencoblosan lumrah kita amati.
Dipersingkat cerita....
Senyum adalah sedekah, mari mawas dengan segala senyuman.
Selamat Lebaran! Selamat menimbang-nimbang calon pemimpin!
Selamat memilih!
Redaksi