Judulnya klisé! Mungkin sebagian pembaca akan mengabaikannya saja.
Di seluruh pelosok negeri kita saat ini banyak nagari, jorong, kuwu, banjar, kampung, lembang serta nama lain untuk desa yang menghadapi pemilihan pemimpin, kepala desa.
Sebelumnya Redaksi menulis tentang potensi sedekah Ramadan dipolitisasi.
kareba-celebes.com terdorong mengulik juga perihal bansos korona pedesaan yang beririsan waktu dengan jadwal pesta pilih-pilih.
Jika dianggap sebagai Tajuk Rencana yang klisé dan usang, biarlah ini mengingatkan kita semua bahwa pemimpin terpilih haruslah dari proses yang bermartabat.
Wabah COVID-19 memunculkan bansos-bansos demi mengamankan kehidupan sosial di pedesaan, minimal mengurangi kegentingan.
Peluang politisasi bansos pedesaan memang sangat besar, entah bagi petahana, dinasti (semi-petahana) maupun penantang.
Semua bisa didramatisir!
Nama yang "kepental" dari bansos gegara identitas yang tidak valid adalah keuntungan bagi penantang.
Nama-nama penerima bansos dapat diklaim oleh petahana "sebagai usahanya".
Nama yang "kepental" dan "tereliminasi" dari bansos bisa didramatisir oleh penantang untuk menjatuhkan petahana dan dinasti.
Ujaran-ujaran seperti,"Kalau bukan saya yang terpilih, namamu akan terpental dari daftar penerima bansos."
Ini berbahaya! Harus diluruskan bahwa bansos akan hadir sepanjang 2021 ini, siapapun yang terpilih.
Klaim-klaim bansos dari berbagai instansi oleh kontestan, tim sukses, relawan dan simpatisan sebaiknya dicegah dan dihindari.
Tajuk ini tidak panjang, hanya mengulang dan mengingatkan saja agar hajat pemilihan pemegang tahta desa berlangsung "smooth" dan "smart".
Pihak keamanan bisa saja menjadikan "aksi sedekah Ramadan" sebagai "kerawanan" kamtibmas.
Kita mengkhawatirkan razia sedekah antar-tim sukses yang bisa memicu reaksi. Ya, aksi dan reaksi.
Semoga pilkades di seluruh Indonesia berjalan "luber" dan "jurdil", dua buah lema jadul yang masih kekinian.
Redaksi